Blog

Kaos sebagai Identitas Budaya | tempat bikin kaos kelas | jual kaos murah | kaos kelas keren

Dalam Keywords, Raymond Williams menunjukkan bahwa “budaya merupakan salah satu dari dua atau tiga kata yang sangat rumit dalam bahasa Inggris “ (Williams, 1976:76). Dalam Culture, dia membedakan tiga arti dari kata ini. Pertama, saat orang menyatakan “orang berbudaya” yang mangacu pada pemikiran yang berkembang. Kedua, dalam artian saat orang berbicara budaya yang artinya kegiatan atau minat kultural. Dan ketiga, mangacu pada sarana dari proses-proses, dalam artian ini, orang menunjuk seni dan karya intelektual (Williams, 1981: 11). Daftar dari kata ini yang ada dalam Keywords agak berbeda dengan yang ditemukan dalam Culture, dan tak perlu saling tumpang-tindih menghadapinya, karena memang seperti dinyatakan oleh Williams ini merupakan kata yang rumit.

Metafora budaya manusia sebagai suatu proses yang di dalamnya terdapat pertumbuhan munuju kematangan mengikuti garis perkembangan yang tepat, suatu cara berfikir yang khas muncul pada akhir abad ke-19. Budaya Eropa akhir abad ke-19 memiliki satu model atau konsepsi tentang budaya, sehingga bisa mempermasalahkan budaya-budaya lain sebagai budaya yang tidak matang atau menyimpang.

Adanya gambaran mengenai konsepsi yang mesti diperhatikan. Konsepsi ini mengikuti konsepsi budaya dari kaum pluralis.“Budaya merupakan suatu deskripsi atas suatu cara hidup tertentu, yang mendeskripsikan nilai-nilai dan makna-makna tertentu, bukan hanya dalam seni dan belajar melainkan juga dalam institusi dan perilau biasa.”

Seperti yang dikemukakan di atas, istilah “budaya” bersifat mendeskripsikan “suatu cara hidup tertentu, yang mendeskripsikan makna dan nilai-nilai tertentu (Williams, 1961: 57). Namun, istilah ini mengabaikan satu unsur penting dalam kosnepsi budaya. Begitulah halnya dengan kaos murah, yang bukan sekedar untuk mengekspresikan pesan, tetapi juga menjadi dasar relasi sosial, sehingga kultur dan praktik-praktik dan produk-produk tersebut tidaklah “diturunkan”, dari tatanan sosial yang sudah ada disana. Melainkan praktek-praktek dan produk-produk tersebut merupakan “unsur-unsur utama dalam pembentukannya” (Williams, 1981: 12-13). Ini bukanlah soal adanya kelompok-kelompok sosial yang sudah ada sebelumnya dalam posisi kekuasaan realtif yang kemudian menggunakan praktek-praktek dan produksi kultural untuk merefleksikan posisi tersebut.

Dalam pandangan tersebut, budaya adalah “sistem sosial dikomunikasikan, direproduksi, dialami, dan dieksplorasi” (Williams, 1981: 13). Kaos murah dalam fashion, busana, dan dandanan kini dipandang sebagai hal yang kurang lebih merupakan praktek penandaan hidup keseharian (sama halnya dengan seni, filsafat, jurnalisme, dan iklan), yang menyusun kultur sebagai sistem penandaan umum. Pemakaian kaos murah dalam kehidupan sehari-hari merupakan cara yang sama, yang selanjutnya di dalamnya dialami, dieksplorasi, dikomunikasikan, dan direproduksi tatanan sosial. Kaos murah dalam fashion, pakaian, dan busana juga merupakan praktek penandaan, di dalamnya terjadi pembangkitan makna, yang memproduksi dan mereproduksi kelompok-kelompok budaya tersebut sejalan dengan posisinya di dalam kekuasaan yang relatif.

Jadi, kaos murah sebagai komunikasi, merupakan fenomena kultural yang di dalam budaya tersebut bisa dipahami sebagai satu sistem penandaan, sebagai cara bagi keyakinan, nilai-nilai dan ide-ide dan pengalaman dikomunikasikan melalui praktek-praktek, artefak-artefak, dan institusi-institusi. Dalam hal ini fashion, pakaian, dan busana merupakan cara yang digunakan manusia untuk berkomunikasi, bukan hanya sesuatu seperti perasaan dan suasana hati, tetapi juga nilai-nilai, harapan-harapan, dan keyakinan-keyakinan kelomok-kelompok sosial yang diikuti dan direproduksi masyarakat; bukan pertama-tama orang menjadi anggota kelompok lalu mengomunikasikan keanggotaannya melainkan keanggotaan itu dinegoisasikan dan dibangun melalui komunikasi.

 

Referensi

Douglas Kellner. Budaya Media. Jalasutra: Yogyakarta. 2010.

Idy Subandy Ibrahim. Budaya Populer Sebagai Komunikasi. Jalasutra: Yogyakarta. 2007.

Jennifer Claik. The Face Of Fashion: Cultural Studies In Fashion. Routledge: New York. 1993.

Malcolm Barnard. Fashion Sebagai Komunikasi. Jalasutra: Yogyakarta. 2011.

(Visited 51 times, 1 visits today)

This Post Has 0 Comments

Leave A Reply






5 + = 9

wa